Selasa, 27 Juli 2010

MENCARI KESELARASAN SAINS MODERN DAN SUFISME

Dalam pengertiannya yang universal sufisme adalah dimensi mistis seluruh agama. Dalam konteks Islam, sufisme adalah dimensi mistis Islam. Robert Frager, Syekh Sufi dan Profesor Psikologi pada Institute of Transpersonal Psychology, California, mengatakan bahwa sufisme tidak berbeda dengan mistisisme dari semua agama. Laksana sungai yang mengalir melewati banyak negara dan yang diakui sebagai milik masing-masing negara itu, sufisme sebenarnya hanya berujung pada satu muara. Seluruh mistisisme memiliki tujuan yang sama, yakni pengalaman ketuhanan langsung.

Dua Cara Berpikir

Warna atau bentuk suatu perspektif ditentukan oleh cara berpikir. Secara garis besar, cara berpikir dapat diklasifikasikan ke dalam dua macam: Berpikir rasional (rational thinking) dan berpikir imaginal (imaginal thinking).5 Berpikir rasional, yang sering juga disebut berpikir diskursif, bertumpu pada penggunaan akal. Berpikir rasional menekankan kemajemukan, diversitas, perbedaan, dan keterpisahan. Ini adalah cara berpikir "entah ini atau itu." Cara berpkir ini dalam sejarah Islam digunakan oleh para fakih, mutakallim (teolog), dan filosof Peripatetik. Javid Ansari, yang menolak teori sains dasar yang dianut oleh Profesor Abdussalam dan menolak doktrin wahdatul-wujud, seperti disebut di atas, termasuk pemikir yang menggunakan cara berpikir rasional. Berpikir imaginal, yang sering juga disebut berpikir intuitif, menekankan penggunaan hati. Berpikir imaginal cenderung menekankan keesaan, keidentikan, dan pemaduan. Ini adalah cara berpikir "baik ini maupun itu," atau "kedua-duanya." Cara berikir ini menggunakan prinsip coincidentia oppositorum atau prinsip hubungan yin-yang. Cara berpikir ini dalam sejarah Islam digunakan oleh para sufi, filosof yang sufi atau filosof Iluminasionis (Isyraqi).

Tentang hubungan antara Tuhan dan alam, misalnya, para teolog dan filosof menekankan perbedaan dan keterpisahan antara Tuhan dan alam, transendensi Tuhan atas alam. Sedangkan para mistikus atau sufi menekankan kesatuan dan keidentikan Tuhan dan alam, dan pemaduan imanensi dan transendensi Tuhan.

Pertanyaan, "Mungkinkah sains dan sufisme selaras?" tidak dapat dijawab dengan sederhana karena dua alasan. Pertama, yang dimaksud sains tidak hanya sains-sains kealaman, tetapi juga sains-sains sosial. Sains-sains kealaman memiliki ciri-ciri yang bebeda dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh sains-sains sosial. Apakah keselarasan yang dipertanyakan adalah keselarasan antara sains-sains kealaman dan sufisme, atau keselarasan antara sains-sains sosial dan sufisme, atau keselarasan antara sains-sains (baik kealaman maupun sosial) dan sufisme. Kedua, ada persoalan-persoalan tertentu dalam sains yang menimbulkan perbedaan pendapat bukan hanya antara para ilmuwan dan para pemikir agama, tetapi juga antara sesama para pemikir agama. Teori evolusi, misalnya, didukung oleh banyak ilmuwan, filosof dan mistikus, tetapi juga ditolak oleh beberapa ilmuwan, filosof, dan mistikus.

Kesatuan segala Sesuatu

Menurut Capra, karakteristik terpenting pandangan Dunia Timur adalah kesadaran tentang kesatuan dan interrelasi timbal-balik segala sesuatu dan peristiwa, pengalaman akan semua fenomena di dunia sebagai manifestasi-manifestasi dari suatu kesatuan dasar. Segala sesuatu dilihat sebagai bagian-bagian keseluruhan kosmik yang saling tergantung dan tidak dapat dipisahkan; sebagai manifestasi-manifestasi dari realitas terakhir yang sama. Realitas terakhir ini, yang menampakkan dirinya dalam segala sesuatu, disebut Brahmandalam Hinduisme, Dharmakaya dalam Buddhisme, dan Tao dalam Taoisme. Capra memandang bahwa kesatuan dasar alam semesta bukan hanya karakteristik sentral pengalaman mistis, tetapi juga adalah salah satu penyingkapan (rahasia) terpenting fisika modern. Kesatuan dasar itu menjadi jelas pada tingkat atomik dan semakin memanifestasikan dirinya ketika seseorang semakin masuk lebih dalam ke dalam materi, turun ke dalam wilayah partikel-partikel subatomik. Berbagai model fisika subatomik mengungkapkan pengetahuan yang sama: bahwa unsur-unsur pokok materi dan fenomena-fenomena dasar yang meliputi unsur-unsur pokok itu semuanya saling terkait, saling terhubung, dan saling tergantung; bahwa semuanya tidak bisa dipahami sebagai entitas-entitas yang terpisah, tetapi sebagai bagian-bagian keseluruhan yang terintegrasi.

Konsep kesatuan dasar segala sesuatu dalam mistisisme Timur, pada intinya, sama dengan konsep kesatuan wujud (wahdatul-wujud) dalam sufisme Ibnu Arabi dan mazhabnya. Sebagaimana mistisisme Timur, sufisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun dalam wujud kecuali Tuhan; hanya ada Satu Wujud Hakiki, yaitu Tuhan. Segala sesuatu selain Tuhan tidak ada pada dirinya sendiri; segala sesuatu itu hanya ada sejauh memanifestasikan wujud Tuhan. Alam adalah lokus penampakan diri Tuhan. Kesamaan kesatuan dasar segala sesuatu dalam mistisisme Timur dan wahdatul-wujud dalam sufisme dengan mudah dapat mendorong para pengkaji untuk mengambil kesimpulan bahwa wahdatul-wujud memiliki kesamaan dengan kesatuan alam semesta sebagai penyingkapan fisika modern

Tarian Kosmik

Capra mengatakan bahwa eksplorasi dunia subatomik pada abad ke-10 telah menyingkapkan natur dinamis materi. Eksplorasi itu telah menunjukkan bahwa unsur-unsur pokok dari atom-atom, partikel-partikel subatomik, adalah pola-pola dinamis yang tidak ada sebagai entitas-entitas yang terisolasi, tetapi sebagai bagian-bagian integral dari jaringan interaksi-interaksi yang tidak dapat dipisahkan. Interaksi-interaksi ini meliputi suatu aliran terus-menerus dari energi yang memanifestasikan dirinya sebagai pertukaran partikel-partikel; suatu keadaan saling mempengaruhi yang dinamis yang di dalamnya partikel-partikel diciptakan dan dihancurkan tanpa akhir dan suatu variasi berkelanjutan dari pola-pola energi. Interaksi-interaksi partikel menimbulkan struktur-struktur yang stabil yang membangun dunia material, yang tidak lagi tetap statis, tetapi berputar dalam gerakan-gerakan ritmis. Keseluruhan alam semesta terikat dalam gerak dan aktivitas yang tidak pernah berhenti; dalam sebuah tarian kosmik energi yang terus-menerus.

Para mistikus Timur memiliki suatu pandangan dinamis tentang alam semesta yang serupa dengan pandangan fisika modern, dan akibatnya tidak mengejutkan bahwa mereka juga menggunakan gambaran tarian untuk memberitahukan intuisi mereka tentang alam. Tarian kosmik ini disimbolkan dengan sangat indah dalam Hinduisme dengan tarian Shiva. "Menurut kepercayaan Hindu, semua kehidupan adalah bagian dari suatu proses ritmis besar dari penciptaan dan penghancuran, dari kematian dan kelahiran kembali, dan tarian Shiva menyimbolkan ritme kehidupan-kematian abadi ini yang berlangsung dalam siklus yang tidak pernah berakhir."

Fisika modern telah menunjukkan bahwa ritme penciptaan dan penghancuran bukan hanya manifestasi dalam perputaran musim-musim dan dalam kematian dan kelahiran seluruh makhluk hidup, tetapi juga adalah esensi materi inorganik. Menurut teori medan kuantum, semua interaksi antara unsur-unsur pokok materi berlangsung melalui pemancaran dan penyerapan partikel-partikel yang sesungguhnya. Lebih dari itu, tarian penciptaan dan penghancuran adalah dasar eksistensi materi itu sendiri, karena semua partikel material "menginteraksikan-diri" dengan memancarakan dan menyerap partikel-partikel yang sesungguhnya. Fisika modern telah menyingkapkan bahwa setiap partikel subatomik tidak hanya melakukan suatu tarian energi, tetapi juga adalah suatu tarian energi; suatu proses yang bergetar dari penciptaan dan penghancuran.

Bagi fisikawan modern, tarian Shiva adalah tarian materi subatomik. Seperti dalam mitologi Hindu, tarian itu adalah tarian terus-menerus penciptaan dan penghancuran yang meliputi keseluruhan kosmos; dasar keseluruhan eksistensi dan keseluruhan fenomena alamiah.

Teori para mistikus Timur dan para fisikawan modern bahwa alam bergerak dan berubah terus-menerus, menjadi dan hancur berulang-ulang tanpa berhenti, serupa dengan teori para sufi bahwa alam sebagai penampakan diri (tajalli) Tuhan diciptakan terus-menerus. Penciptaan alam, atau proses penciptaan alam, identik dengan tajalli. Karena tajalli terjadi secara terus-menerus tanpa awal dan tanpa akhir, "Yang selama-lamanya ada dan akan selalu ada," maka penciptaan alam juga terjadi terus-menerus. Tuhan ber-tajallidalam bentuk-bentuk yang tidak terbatas jumlahnya. Bentuk-bentuk itu tidak ada yang sama dan tidak pernah dan tidak akan terulang secara persis sama. Semuanya terjadi dalam perubahan terus-menerus tanpa berhenti. Ibnu Arabi mengatakan bahwa apa yang terdapat dalam alam berubah dari suatu keadaan kepada keadaan lain. Alam temporal berubah setiap kejap. Alam nafas berubah pada setiap nafas dan alam tajalli berubah pada setiap tajalli. Allah Swt berfirman, "Setiap waktu Dia dalam kesibukan" (Q 55:29). Ibnu Arabi mengutip kata-kata Abu Thalib dan Rijalullah, "Sesungguhnya Allah Swt selama-lamanya tidak melakukan tajalli dalam satu bentuk bagi dua individu atau pribadi, dan tidak pula dalam satu bentuk dua kali."

Teori penciptaan yang tak pernah berhenti ini disebut "penciptaan baru" (khalq jadid). "Penciptaan baru" mengandung arti bahwa setiap ciptaan Tuhan adalah baru setiap saat karena alam, seperti dalam konsep tarian kosmik, menjadi dan hancur, datang dan hilang, setiap saat secara terus-menerus tanpa berhenti. Ibnu Arabi menagatakan bahwa "setiap tajalli memberikan ciptaan baru dan melenyapkan ciptaan [lain yang mendahuluinya]. Kelenyapan identik dengan kemusnahan (ketiadaan) pada tajalli [baru] dan kelanjutan [bagi ciptaan lain] yang diberikan oleh tajalli lain berikutnya." Ibnu Arabi melukiskan hubungan antara Tuhan dan alam seperti hubungan matahari dan cahayanya. Cahaya matahari adalah seperti nyala lilin yang seolah-olah tetap ada ketika menyala. Mata kita melihat api tetap ada. Tetapi sebenarnya mata kita tertipu. Sebenarnya nyala api muncul dan lenyap. Setiapkali muncul nyala api baru, yang kemudian menghilang, disusul oleh nyala api yang lain, yang kemudian juga menghilang, dan kemudian disusul oleh nyala api yang lain pula, dan begitu seterusnya.

Memang ada kesejajaran antara teori para sufi bahwa alam bergerak dan berubah, menjadi dan hancur, diciptakan terus-menerus tanpa berhenti, dan teori para fisikawan dan para mistikus Timur bahwa alam mengalami gerak dan perubahan, penciptaan dan penghancuran terus-menerus tanpa berhenti. Tetapi Capra, karena menekankan persamaan-persamaan, tidak melihat perbedaan antara teori para fisikawan dan teori para mistikus Timur tentang sumber gerak tarian kosmik itu. Dengan kata lain, Capra tidak melihat perbedaan antara kedua teori itu tentang "penari" kosmik itu. Dalam tradisi Hindu, hubungan antara Tuhan dan alam sering diumpamakan dengan hubungan antara penari dan tarian. Penari dan tarian bukan dua karena tidak ada tarian tanpa penari dan tidak ada penari tanpa tarian; keduanya tidak dapat dipisahkan. Tetapi penari dan tarian bukan pula satu karena penari berbeda dengan tarian. Teori fisika modern tidak menjelaskan bahwa "penari" itu adalah Tuhan. Teori fisika modern membatasi perhatiannya pada alam empiris karena wilyahnya memang itu.

Perumpamaan hubungan antara Tuhan dan alam dengan hubungan antara penari dan tarian serupa dengan perumpamaan yang dipakai oleh Hazrat Inayat Khan (1882-1927), seorang guru sufi asal India, untuk melukiskan hubungan antara Tuhan dan alam. Bagi Inayat Khan, alam adalah musik atau alat musik. Bagai musik, alam alam adalah harmoni dan keteraturan. Pepohonan melambaikan cabangnya dengan gembira mengikuti irama angin; bunyi lautan, desis angin, terpaan angin pada batu, bukit dan gunung, kilat dan gemuruh guntur, harmoni matahari dan bulan, gerakan bintang dan planet, bunga bermekaran, gugurnya dedaunan, pergantian yang teratur pagi, sore, siang dan malam – bagi orang bijak semua itu adalah musik alam. Satun-satunya pemusiknya adalah Pemusik Gaib, yaitu Tuhan.

Bagaimanapun, sumbangan Capra untuk menunjukkan kesejajaran-kesejajaran antara fisika modern dan mistisisme Timur patut dihargai karena ia telah berhasil menunjukkan pada suatu tingkat tertentu kesejajaran-kesejajaran antara kedua bidang itu. Paling tidak, jarak antara fisika dan mistisisme makin dekat, bahkan berdempetan. Fisika modern telah memberikan bantuan yang luar biasa bagi pencari Tuhan untuk menajamkan dan meningkatkan kepekaannya terhadap kehadiran Sang Penari.

Sampai batas tertentu, fisika modern dan sufisme, seperti mistisisme Timur, mempunyai kesejajaran-kesejarajan yang tidak bisa diingkari. Fisika modern dan sufisme sama-sama mengakui kesatuan alam semesta, dan gerak dan perubahan harmonis semesta, yang manjadi dan hancur, terus-menerus tanpa berhenti. Wilayah yang menjadi tempat kesejajaran-kesejajaran ini adalah "wilayah akal," wilayah rasional, wilayah fenomenal. Berbeda dengan fisika yang membatasi perhatiannya pada wilayah ini, sufisme melanjutkan perjalanannya kepada "wilayah di luar akal," wilayah transrasional, wilayah suprainderawi, wilayah spiritual, wilayah Ilahi. Sufisme melanjutkan tugas yang tidak dapat dijalankan oleh fisika.

Ketika melihat harmoni alam semesta, memerhatikan ombak yang bergulung-gulung, dan merasakan irama nafas, Capra sadar bahwa segenap lingkungannya terikat dengan tarian kosmik raksasa. Sebagai seorang fisikawan, Capra mengetahui bahwa semua yang ada dan semua yang terjadi di alam ini sesuai dengan teori fisika modern yang dianutnya. Lebih dari itu, ia merasakan kehadiran Sang Penari Hakiki. Para sufi pun selalu "melihat" Sang Penari Hakiki, atau Sang Pemusik Agung, ketika melihat tarian-Nya, atau musik-Nya, kapan saja dan di mana saja. Fisika modern dapat mengingatkan manusia pada tarian kosmik atau musik kosmik yang menunjukkan kehadiran Penarinya, atau Pemusiknya. Fisika modern dapat meningkatkan kepekaan kesadaran akan kehadiran Tuhan. Fisika modern dapat membantu meningkatkan kualitas spiritual.

Wallahu a‘lam bish-shawab.