Sabtu, 25 Februari 2012

Manusia di sisi agama


    Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang telah diberikan kesempurnaan oleh-Nya dibandingkan makhluk ciptaan lainnya. Mahasuci Allah yang telah menjadi titik pembeda diantara yang lainnya. Tentunya kita sebagai manusia diciptakan Allah untuk hidup di bumi ini dengan maksud tertentu.
   
    “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”
(Q.S. Az-Zariyat : 56)

    Namun bagaimanakah spesifikasi manusia itu sendiri?
    Secara biologis, manusia merupakan suatu organisme yang hidup dan menjalani ciri-ciri kehidupannya baik itu bergerak, bernapas, tumbuh & berkembanig, bereproduksi, melakukan metabolisme kehidupan, dll. Suatu organisme yang terdiri dari ribuan sel kecil yang saling terpaut secara kompleks berdiferensiasi hingga menjadi suatu rupa yang tidak akan pernah identik dengan sesamanya.
    Secara kimia, manusia hanyalah makhluk yang secara garis besar terdiri dari unsur-unsur kehidupan. Unsur C, H, O, N, P, Na, Mg, K, Ca, dan unsur-unsur mikro lainnya saling berabtai dengan jumlah ribuan membentuk suatu wuud yang berbedadari sebelumnya. Dengan adanya energi yang dihasilkan dari energi ikatan, tumbukan, pemutusan, dan berbagai proses lainnya, timbullah energi-energi yang mampu menyebabkan sosok tersebut dapat melakukan aktivitas sehari-harinya.
    Secara antropologi, manusia merupakan individu sosial (zoon politicon) yang hanya dapat hidup dengan adanya konektivitas dengan makhluk lainnya, baik terhadap manusia itu sendiri, makhluk lain disekitarnya, maupun lingkungannya. Hasrat ketergantungan selalu meliputi jiwa setiap individu. Apabila manusia sudah saling berkomunikasi dengan makhluk lainnya, maka dapat dikatakan bahwa manusia itu ‘hidup’.

    Banyak ilmu dan pendapat yang mampu menjelaskan arti dari manusia itu sendiri. Namun, semuanya tetap bertumpu pada satu hal, yakni menjelaskan kekuasaan Allah SWT terhadap penciptaan manusia sebagai makhluk-Nya.

    Bagaimana secara agama?
    Manusia sendiri terdiri dari dua unsur:
•    At-Thurab (jasad/tanah)
•    Ar-Ruh (Ruh)

At-Thurab
    “Dan sunnguh Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging kemudian Kami jadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah Pencipta yang paling baik. ”
(QS Al-Mu’minun : 13-14)

    Sudah jelas bahwa sebenarnya kita berasal dari tanah beserta unsur-unsur hara di dalamnya yang membentuk kita seperti sekarang ini. Berbeda dengan Nabi Adam yang diciptakan dari sari pati tanah. Sari pati inilah yang yang menyebabkan keturunan  Nabi Adam bercabang bila diperhatikan dari segi warna kulitnya. Dari sari pati inilah lambat laun terbentuk ras-ras, seperti Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, dll. Namun yang terpenting adalah akarnya, bahwa kita semua adalah keturunan Nabi Adam, yang diciptakan oleh Allah SWT dari tanah.
    Mengapa harus tanah?
    Mengapa tidak diciptakan lebih dari ‘api’-nya setan atau ‘cahaya’-nya malaikat?
    Memang bila dibandingkan secara kasat mata, jelaslah bahwa manusia tidak melebihi mereka. Manusia bukanlah setan yang diciptakan dari api yang panas, membara, dan mampu melahap segala sesuatu dihadapannya. Manusia pun bukanlah malaikat yang tercipta dari cahaya yang selalu menebar kebaikan atas nama-Nya, terang-benderang mengisyaratkan hati yang selalu patuh pada-Nya, tanpa noda. Manusia bukanlah seperti itu.
    Pertama, manusia hanyalah tanah yang dihidupkan oleh Allah dan ditiupkan ruh oleh-Nya. Bila kita analogikan, tanah merupakan lahan dengan berbagai unsur kehidupan yang terkandung di dalamnya. Dari tanah tersebut, tumbullah tanaman-tanaman yang bermanfaat bagi makhluk lainnya. Dengan kata lain, tanah merupkan salah satu penopang kehidupan. Begitu pula manusia. Manusia memiliki banyak potensi didalamnya dan akan menyembur keluar, melahirkan hal-hal yang manfaatnya luar biasa. Subhanallah.
    Kedua, inilah bukti kekuasaan Allah. Allah mampu menghidupkan tanah yang mati/gersang menjadi tanah subur. Artinya, Allah mampu menghidupkan makhluknya dari keadaan mati. Dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Kun fuyakun.

Ar-Ruh
    Setelah Allah menciptakan manusia dari tanah, Allah meniupkan ruh padanya agar ia dapat hidup. Ini hal penting yang dimiliki oleh setiap manusia, yakni ruh atau jiwa. Tidak dapat digambarkan secara fisik layaknya jasad, namun merupakan indikator ‘hidup-mati’-nya manusia. Tanpa adanya  ruh, manusia hanyalah jasad kosong yang bergerak seperti zombie. Beberapa orang mengartikan bahwa ruh/jiwa merupakan hasrat manusia untuk menjalani hidup di dunia.

    Tentunya manusia dilahirkan di dunia ini tak hanya berbekal kedua unsur diatas saja. Inilah yang membuat manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya.
    ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak  mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.”
(QS An-Nahl : 78)

    Secara garis besar , manusia telah dibekali:
1.     Jasad
Hal ini menjelaskan ‘pendengaran dan penglihatan’ yang telah Allah berikan. Indera yang dijadikan sebagai fasilitas pengetahuan ini merupakan pengembangan dari jasad itu sendiri.
“Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
(QS At-Tin : 4)
Seperti pembahasan sebelumnya mengenai at-thurab, jasad manusia diciptakan dari sari pati tanah. Manusia telah diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya. Subhanallah, firman Allah di atas. Betapa besar nikmat-Nya terhadap kondisi tubuh kita. Penampakan fisik, paras, fungsi tubuh, serta kondisi lainnya merupakan bekal yang terbaik diberikan oleh Allah. Semua sel penyusun tubuh saling bersinergi sesuai kehendak kita. Fungsi organ yang tak kenal lelah berkontraksi. Semua fasilitas tersebut sudah diberikan oleh Allah sedemikian rupa tanpa perlu lagi kita mencarinya atau mendapatkannya.

2.    Akal
Akal merupakan salah satu hal yang membuat istimewa manusia. Hewan dan manusia sama-sama memiliki otak, namun manusia lebih unggul sebab diberi akal. Dengan akal, manusia dapat berpikir, mulai dari hal sederhana hingga hal rumit yang mampu mencengangkan dunia. Akal digunakan untuk mendapatkan pengetahuan berbeda dengan hewan yang mngandalkan insting. Dengan mendapatkan ilmu, manusia akan ditinggikan derajatnya oleh Allah. Namun tetap fungsi utamanya yaitu sebagai al furqan (pembeda) antara yang benar dan yang salah. Inilah hidayah yang diberikan pada manusia agar kita bersyukur pada Allah.

3.    Qalbu (Hati)
Bisa kita simak bahwa ternyata Allah memberi “pendengaran, penglihatan, dan hati”. Namun yang perlu kita perhatikan adalah salah satu pemberian yang berbeda di atas. Berbeda dengan pendengaran dan penglihatan yang merupakan indera, hati difirmankan pula oleh Allah dan diurutkan paling akhir. Dengan kata lain, hati yang diberikan inilah yang sangat penting dan menjadikan manusia itu istimewa. Pendengaran dan penglihatan berfungsi untuk mambantu untuk mengetahui dan memahami berbagai hal, tapi hati berbeda. Subhanallah.
Hati ada sebagai indikator ‘baik-buruk’-nya manusia memandang atau menghadapi suatu problema. Perlu diingat, hati (qalbu) disini bukan hati (lever) yang sehari-hari kita tahu. Beberapa pendapat berasumsi, qalbu disini merupakan salah satu lapisan terdalam dari jantung kita, lebih dalam dari perikardium, myokardium, dan inti janting itu sendiri. Belum dapat dipastikan letak sesungguhnya, namun qalbu memang sudah meresap di setiap jiwa manusia. Di sinilah  bersemayam al-Azmu (kehendak / will) setiap manusia. Qalbu harus senantiasa dijaga melihat sifatnya yang tidak menentu, berfluktuasi, tidak stabil. Bisa saja seseorang saat ini menyatakan hal A tetapi beberapa saat kemudian menyatakan hal B. Begitu pula perihal ibadah yang selalu berfluktuasi, suatu saat kondisi iman seseorang berada pada saat puncak dan terkadang pada kondisi yang rendah. Oleh karena itu, kita senantiasa diajarkan untuk mempertahankan posisi keimanan kita dan berdoa pada Allah, Tuhan yang mampu memutar balikkan hati manusia.


    Setelah kita tahu, sekarang apa yang harus kita lakukan? Tak lepas pada kitab Al-Quran, telah dijelaskan bahwa kita –secara garis besar-- telah diberi amanah di muka bumi, diantaranya:

- Manusia sebagai al-insan
Tetap berperilaku selayaknya manusia pada umumnya. Melakukan kehidupan normal seperti manusia lainnya. Tidak perlu merasa ingin menjadi ‘ini’ atau ‘itu’ atau tidak ingin hidup karena ‘ini’ atau ‘itu’, sebab kapasitas utama kita adalah menjadi manusia   

- Manusia sebagai mu’min
Beranjak ke tingkat selanjutnya, yaitu sebagai seorang mu’min. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Kita telah diciptakan sesempurna mungkin dan diberi pemahaman segala hal, sudah sepatutnya kita beriman pada-Nya. Tak ada rasa syukur yang melebihi apapun selain beriman pada-Nya.

-  Manusia sebagai khalifah
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat , “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata,”Apkah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak padanya dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman ,”Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.””
(QS Al-Baqarah : 30)

Kita telah dijadikan khalifah di bumi oleh Allah. Dititipkan bumi ini pada kita. Khalifah disini tidak sebatas pemimpin manusia saja, tetapi kita juga termasuk di dalamnya bahkan semua adalah khalifah atas dirinya masing-masing. Mejaga perdamaian dunia, menjaga ekosistem, melindungi makhluk lainnya, dan melindungi diri kita, dsb. termasuk fungsi eksplisit dari khalifah itu sendiri.





source gambar :
dakwatuna.com   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar