Oktober itu seharusnya menjadi bulan yang indah. Daun-daun mulai berguguran dengan indahnya. Seluruh kota dipenuhi oleh hamparan daun tak terhingga jumlahnya. Daun berwarna cokelat keemasan itu berguguran dari setiap pohonnya. Seakan menari di atas angin, dedaunan yang indah warnanya saling mendahului ingin sesegera melayang dan terjun dengan halusnya. Anak-anak saling bermain dengan tumpukan dedaunan tersebut. Ya benar, saat ini sedang berlangsung musim gugur.
Saat ini tanggal 23 Oktober. Terlihat di taman kota, seorang fotografer yang sedang sibuk bersama kamera kesayangannya. Ia memfoto daun yang silih berguguran. Puluhan foto dibuatnya. Bagaikan sedang memfoto peri-peri musim gugur yang indah cantik nan jelita. James namanya. Ia seorang pendiam tapi senang bergaul. Hanya saja, ia lebih senang menyendiri daripada harus berada di tengah keramaian. Menjadi fotografer alam merupakan sesuatu yang menarik baginya. Berjam-jam dapat ia habiskan dengan hanya memfoto keindahan alam.
Sejenak ia melirik kepada seorang gadis yang sedang duduk di bangku taman. Tak ada lagi yang dilakukan oleh gadis itu selain duduk menatapi sesuatu yang mungkin baginya menarik. James lalu mengarahkan kameranya menuju gadis tersebut. Sejenak ia berpikir dan mulai mengingat wajah sang gadis. Lilian ternyata. Lilian adalah salah satu teman sekampusnya. Lilian adalah seorang gadis cantik. Tingginya hampir menyamai tinggi James. Mungkin sekitar 170 cm. Hidung agak mancung. Berkulit putih. Rambutnya panjang sepinggang. Lilian memang tak begitu terkenal tapi James mengenalnya.
James yang dari tadi memfoto merasa jenuh. Ia mulai mendekati Lilian dan duduk di sampingnya. James mulai menyapa Lilian.
“Hai!!!” sapa James dengan senyumannya. Lilian sesegera menoleh dan mulai membalas sapaan James.
“Hai juga”, balas Lilian sambil tersenyum. Entah bagaimana James sangat tertarik dengan senyuman Lilian. Bagi James senyuman tersebut bagaikan sebuah sinar matahari yang menembus di setiap sela kabut pagi.
“Aku Lilian, kamu???”, Tanya Lilian. Sepertinya James sedang sibuk mangamati senyuman Lilian.
“Heiii!!! kamu!!!”, sedikit berteriak. Seketika James menanggapi.
“Ogh ya… aku James, kita kan sama Universitas.”, jawab James yang setengah sadar masih di dalam dunia fantasi miliknya.
Mereka mulai berbincang-bincang mengenai banyak hal. Tapi James melihat tangan Lilian bergemetaran. “Dingin mungkin”, pikir James.
“Tunggu bentar ya…”, tiba-tiba James mengatakannya pada Lilian lalu pergi. Lilian hanya memandang keheranan pada James yang tiba-tiba pergi tapuii meninggalkan kameranya di sisi Lilian. Tak lama, James kembali sambil membawa dua gelas plastic di kedua tangannya. Isinya kopi hangat.
“Dingin ya…??? Nih kopi buat kamu.”, kata James.
“Makasih”, wajah Lilian mulai memerah.
“Sruuuup…!!!”, Lilian mulai menegukkan kopinya. Badannya mulai hangat.
Mereka memulai kembali perbincangan di antara mereka. Tak terasa waktu bergulir dengan cepatnya. James pamit dan pulang duluan. James jadi tahu banyak hal mengenai Lilian. Tak heran, James merasa senang. Bagi James, Lilian itu orangnya baik, pintar, tahu banyak hal, bisa berbicara selain menggunakan B.Inggris, dan yang terpenting cantik dan lucu. Begitulah kira-kira kesimpulannya. Tak sia-sia James bertemu dengan Lilian.
Esok paginya, James pergi ke kampus seperti pada hari-hari biasa. Saat melewati taman kota, ia bertemu dengan Lilian. Betapa senangnya hati James. Lilian yang mulanya duduk di bangku taman mulai bangkit.
“Ke kampus bareng yuk!!!”, kata Lilian dengan wajah manisnya.
“Egh…, Iya… boleh”, balas James.
James sepertinya gugup. Mungkin yang namanya cinta pikir james. Baru pertama kalinya James merasa gugup seperti ini. Walaupun merasa gugup tapi ia juga merasa nyaman berada di sisi Lilian. Lilian tampaknya tidak memperdulikan kegugupan James. Mereka berjalan sambil berbincang-bincang. Sesampainya di Universitas, mereka berpisah. Tentu saja karena mereka berbeda jurusan. Lilian katanya merupakan salah seorang dari jurusan bahasa.
Di kelasnya, James tampak melamun. James terus memikirkan Lilian. Tiba-tiba James ditegur oleh sahabatnya, Thomas.
“Hoiii!!! ngelamun aja! ”, tegur Tom.
“Napa??? Ga boleh???”, balas James.
“Dari tadi senyum-senyum aja. Ada apa sich?”, tanya Tom.
“Mau tau aja! ”, jawab James.
“Iya mau tau donk...”, Tom berkata selayaknya seorang detektif yang sedang menginterogasi setiap pelaku yang sedang di curigai.
“Pokonya rahasia.”, kata James.
Bagi Tom, James telah mematahkan setiap bukti yang dimiliki olehnya.
“Ogh.... aku nyerah dech!!!”, kata Tom lesu.
Tom adalah sahabat James yang satu jurusan dengannya. Tom baik orangnya tapi menurut James, Tom itu maniak detektif.
Esoknya, James pergi ke taman. Seperti biasa, Lilian sudah ada di sana. Tetap duduk di bangku yang sama. Sepertinya ia sedang menunggu. Menunggu seseorang mungkin, pikir James. Lagipula Lilian sepertinya memegang erat sesuatu digenggamannya. Kebimbangan mulai muncul dipikirannya. Lalu meuju ke bawah hingga sampai di hati. Sejenak James menjernihkan pikirannya. James semakin gelisah saja. Keringat dingin mulai bercucuran di dahinya. Kini James hanya berdiri diam kaku. Ada apa dengan James?
James mungkin pada saat itu sudah seperti hiasan patung yang diletakkan di taman. Itulah yang dipikirkan oleh orang lain di sekeliling James. James bagaikan sesosok orang yang bisanya menghalangi jalan, mungkin itu juga yang ada di benak para pejalan lainnya.
Sudah 5 menit James berdiri mematung. James sama sekali tak peduli dengan kerumunan serta para pejalan di taman. James hanya fokus pada Lilian yang ia lihat dari kejauhan. Layaknya seorang pasien yang akan segera di operasi jantung. Ia tidak akan peduli terhadap orang lain tapi hanya peduli pada proses menyangkut hidup matinya. Mungkin itu yang James rasakan saat ini.
“Sekarang atau nggak sama sekali”, James mulai menetapkan hati. Sepertinya cukup untuk menangguhkan hati James.
James mulai melangkah. Langkah demi langkah di lakukan James. Rasanya seperti sedang menarik berpuluh-puluh kilogram batu. Hatinya kian berat.
“Tinggal beberapa langkah lagi. Ayo James, kau pasti bisa!!! ”, mulai menyemangati dirinya.
“Fyuh... inilah saatnya.”, di dalam lubuk hati James. Kepercayaan dirinya mulai bangkit.
“Pagi!!! ”, James mulai menyapa dengan sedikit gugup. Lilian segera menoleh ke sumber suara.
“La, lagi menunggu siapa?”, James menggunakan bahasa yang formal saking gugupnya.
Lilian langsung menjawab, “nungguin seseorang.”
“Praaang...!!! ” Keadaaan hati James yang pecah. Hati James jadi seperti sebuah kaca murahan yang sekali dilempar batu langsung pecah.
“Lagi nungguin kamu kok”, Lilian melanjutkan.
Senangnya James menatapi Lilian yang mengatakannya sambil tersenyum. James yang telah mati-matian, bertempur dengan keraguan hati dan tubuhnya, akhirnya mendapatkan hasilnya.
“Bercanda...”, Lilian melanjutkan lagi sambil menjulurkan sedikit lidah di antara dua bibirnya yang manis itu.
“Ya... cuman bercanda...”, kata James, sedikit memaksa untuk tertawa.
“Egh... aku mau ngomong sesuatu.”, muka James mulai serius. Lilian hanya melihat wajah James, ia megernyitkan dahinya, tatapannya tajam seolah ingin segera tahu.
“Aku suka kamu!!! ”, kata James sedikit semangat.
Oh, angin-angin berhembus membawa beberapa helai daun musim gugur. Menambah kesejukan di pagi hari yang cerah itu. Suara-suara kerumunan di taman berubah layaknya alunan melodi yang membuat keharmonisan di antara James dan Lilian.
“Hehe... Aku juga uda tau kok”, kata Lilian dengan santainya. Beda sekali, jauh berbeda dengan James yang berusaha mati-matian untuk mengungkapkan isi hatinya. Semuanya di luar dugaan James.
“Well, jadi... kamu mau ga jadi pacar aku???”, lanjut James dengan penuh harapan.Sepertinya James jadi lebih khawatir dengan apa yang akan di ucapkan oleh Lilian.
“Aduuh... Gimana ya... Kamu pasti ga bakal ngerti aku. Sebenernya aku mau. Tapi besok aku harus pergi. Mungkin pergi jauh. Aku ga tau apa bakal balik lagi atau ga.”, jawab Lilian dengan nada menyesal. Belum pernah Lilian berkata sepanjang lebar ini di hadapan James sebelumnya.
James tampak lesu. Hilang semua kepercayaan dirinya yang sudah dikumpulkannya dari tadi. Sia-sia semua pengorbanannya hari ini.
“Ogh ya... ini buat kamu”, kataLilian. Lilian menyerahkan sesuatu dari genggamannya. Sesuatu yang membuat James penasaran dari sejak bertemu dengan Lilian tadi. Tentu saja James menerimanya dengan senang hati. James sampai tidak memikirkan perkataan Lilian sebelumnya.
Benda itu terlihat seperti sebuah gantungan. Tidak terlalu besar. Itu hiasan berbentuk kucing. Kucing berwarna hitam legam dengan sedikit warna putih di ujung ekornya. Matanya berwarna kuning dengan garis oval vertikal di bola matanya. Benar-benar mirip dengan kucing seperti aslinya.
“Wah... Bagus banget!!! Lucu lagi!!!”, kata James. James sepertinya gembira sekali. Ia mengatakannya dengan perasaaan riang.
“Ya udah, daripada ga bisa bareng kamu lagi, gimana kalau kita ngabisin waktu bareng-bareng aja sampai besok?”, tanya James.
Lilian pun langsung menjawab,”Boleh... Aku juga ga mau nolak. Temenin aku seharian ya...”.
Tentu saja James akan menemani Lilian, apalagi menjaga layaknya seorang puteri. Oh... seharian mereka berduaan. Lilian juga tampaknya senang sekali. Pergi nonton, makan, dan hanya jalan-jalan saja. Tak ada sesuatu yang istimewa. Tapi bagi James, itu sudah merupakan sesuatu yang mengesankan baginya. Berjam-jam bersama sudah menjadi berhari-hari bagi James.
Mereka kembali ke taman. Entah mengapa, taman tersebut menjadi tujuan akhir mereka. Mereka duduk di taman bangku yang biasa di tempati. Sedikit kelelahan menghabiskan hari terakhir ini. Untungnya James membawa kamera kesayangannya.
Tanpa pikir panjang, James segera memfoto Lilian, gadis cantik bak puteri tersebut. Mereka mulai berseri lagi.
Sudah larut malam. Tak terasa James telah menghabiskan berduaan di sisi Lilian selama sehari penuh. James pamit dan pulang duluan. James berlari dengan riangnya meninggalkan Lilian di belakang. Entah mengapa, Lilian tidak pernah pulang lebih dahulu daripada James. Mengatakan pamit saja belum pernah. Lagipula, Lilian selalu lebih dulu berada di taman dan selalu duduk di bangku yang sama. Hal itulah yang selalu dipikirkan James setelah sampai di apartemennya. Tapi James lebih mengkhawatirkan saat perpisahan dengan Lilian esok hari. Lilian akan pergi jauh entah kemana memakai pesawat. James ingin memberikan sesuatu juga untuk Lilian. James lalu melihat gantungan yang ia terima dari Lilian. Entah mengapa, air mata mulai meleleh dari matanya. Hampir semalaman James tak tidur memikirkan Lilian.
“Triiiinggg...!!!”, Bunyi alarm jam wekernya yang kian lama kian mengeras. James bangun dan melirik jam. Sial sekali, James telat bangun setengah jam.
“Arghh...!!! Telat...!!! Gawat kalau Lilian sudah pergi.”, teriak James dengan paniknya. Secepat kilat ia ke kamar mandi. Tak lama kemudian ia segera bersiap. James tidak sarapan dulu. Hanya minum beberapa teguk susu dari kulkasnya. Langsung memakai jaket dan tak lupa membawa sebuah hadiah untuk Lilian.
Hadiah itu merupakan sebuah boneka. Boneka beruang yang lucu & imut. Warnanya putih kekuning-kuningan. Bahannya lembut dan nyaman dipegang. Ukurannya tak jauh dari besar kepala manusia.
James berlarian menuruni tangga sambil membawa boneka tersebut. Di luar terdengar rintik hujan mulai jatuh dari langit. James segera naik bus karena akan lama bila menunggu taksi. Perjalanan ke bandara cukup jauh. Baru beberapa blok dari apartemennya ternyata terjadi kemacetan. Tanpa pikir panjang James langsung turun dari bus dan segera melewati barisan kemacetan. Hujan kian lama kian deras saja. James segera menyetop taksi.
“Bandara. Cepat! ”, kata James tergesa-gesa. Taksi itu melaju dengan cepat. James melihat jam tangannya. Tinggal 15 menit lagi. Sedikit lagi James akan tiba di bandara. Tapi tiba-tiba mobil tergelincir.
“Braaakk....”, mobil menabrak tiang di dekat bandara dengan kerasnya. Dari mobil keluar asap panas dari mesin dalamnya. Supirnya pingsan. Orang-orang mulai mengerumuni mobil taksi tersebut. James melihat kumpulan payung-payung yang dipakai oleh orang-orang. James hampir pingsan. Kesadarannya mulai goyah. Penglihatannya menjadi kabur. Bercucuran darah dari kening sebelah kirinya. James teringat akan Lilian. Orang-orang mulai menolong. Tapi James tidak memperdulikannya. James lalu jalan dengan tergopoh-gopoh. Baju & hadiahnya basah oleh hujan yang tiada kunjung berhenti. Kepalanya masih pusing akibat tabrakan itu.
Sesampainya di Bandara ia tambah pusing. James juga menggigil karena baju dan jaketnya kebasahan.Terlalu banyak kerumunan orang-orang di bandara. Tentu ia tidak dapat dengan mudah menemukan Lilian. Lagipula James tidak tahu kemana tujuan pergi Lilian. James berusaha mencari. Walaupun banyak memakan waktu tapi akhirnya ia melihat sesosok yang mirip dengan Lilian. Ia mengejar orang tersebut. Ternyata memang benar Lilian. Ia memanggil Lilian dengan keras. Lilian tidak menoleh sedikit pun. Lilian sedang ada di lorong dan sebentar lagi akan masuk ke pesawat. James mengejarnya. Tapi James ditahan oleh petugas karena tidak memiliki tiket dan paspor. James tidak dapat melangkah maju lagi. James hanya berusaha memanggil Lilian. Pada akhirnya James tidak dapat bertemu dengan Lilian. James hanya bisa melihat Lilian pergi. Tapi pada saat akan memasuki pintu pesawat Lilian menoleh sebentar. James melihat wajahnya. Tampaknya Lilian juga sedih. Matanya merah dan air matanya bercucuran.
James dibawa pergi menjauh oleh petugas. Sebentar lagi pesawat akan takeoff . Sudah tak ada yang bisa diperbuat lagi oleh James. James hanya bisa melihat kepergian Lilian dari jauh. James memeluk beruang yang akan dihadiahkan untuk Lilian. Mata James mencucurkan air matanya. Hujan benar-benar semakin deras diiringi dengan nyanyian halilintar. Tiba-tiba sebuah kilat datang. Besar sekali, pikir James. Semuanya menjadi putih. James tidak dapat melihat apa-apa kecuali warna putih. Ia tak dapat mendengar apapun lagi.
Seketika itu terlihat sebuah cahaya biru. Semakin lama semakin dekat. Oh, itu adalah langit pikirnya. James terdiam sejenak dan hanya memandangi langit. Sehelai daun cokelat hinggap di mukanya. James lalu ingat akan Lilian.
“Lilian !!!”, teriaknya sambil bangkit dari tidurnya.
James melihat di sekeliling. Daun-daunan bertumpukan dimana-mana. Ada sebuah bangku. Benar, ini di taman, pikir James. James hanya keheranan dengan semua yang telah terjadi. James bangkit dan berdiri. Ia mengambil kamera kesayangannya di sisinya. Ia melihat jam tangannya. Ia melihat tanggal, hari ini tanggal 23 Oktober. Ini adalah hari bertemu James dengan Lilian. James merasa keheranan. James merasa dipermainkan oleh waktu. Tapi kenapa?
James meraba saku di celananya. Ada sesuatu yang janggal di celananya. Ia mengambil sesuatu tersebut. Ternyata gantungan kucing yang diberikan Lilian.
“Kalau begitu....”, pikir James. Tapi tanpa pikir panjang James segera berlari menuju Universitas-nya. Ia segera ke kelas dan mencari Thomas, sahabatnya.
“Tom, kau kenal dengan yang namanya Lilian?”, tanya James.
“Ga... Aku ga kenal. Emang ada ya....?”, Tom tanya kembali.
“Ya ada donk! Tom temani aku ke jurusan bahasa!!! ”, ajak James.
Mereka berdua pergi menuju ke jurusan Bahasa di Universitas mereka. James bertanya pada setiap orang di sana. Tom hanya mengikuti James dengan wajahnya yang penuh keheranan. Tapi tidak ada yang bernama Lilian di kelas Bahasa manapun. James mulai menyerah. Sepertinya Tom juga kelelahan mengikuti James tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya.
“Tom, kau kembali aja ke kelas. Aku masih ada urusan nih. Ntar aja aku ceritain. Ogh ya... aku juga ga akan masuk kelas dulu.”, kata James. Tom hanya mengangguk dan pergi begitu saja. Sepertinya Tom masih keheranan.
James kembali ke taman dan menuju ke bangku yang biasa diduduki oleh Lilian. James duduk di bangku tersebut. Ia mengingat wajah dan kenangan ketika bersama Lilian. James memegang erat hadiah yang diberikan oleh Lilian.
Air mata James mulai bercucuran sedikit demi sedikit. Air matanya semakin deras apabila mengingat segala kenangan yang terjadi dengan Lilian. Sekitar beberapa menit James duduk di bangku tersebut. James lalu memandangi daun yang masih berguguran. Jika dilihat dari jauh mungkin James akan terlihat seperti Lilian yang selalu menatapi sesuatu. Tapi entah apa itu.
James akhirnya bangkit dari duduknya. James mulai menghapus air matanya. James mulai melangkah pergi meninggalkan bangku tersebut. Sambil memegang benda pemberian Lilian, James melangkah memulai hari yang baru. James akan terus mengingat Lilian. Dan James akan mencari kisahnya yang lain.
“Lilian, siapapun dirimu akan selalu kukenang dalam keabadian kisahku”
--- James ---
Semuanya hanya mimpi. Tapi itu terlihat seperti nyata sekali. Tak ada bedanya dengan kehidupan nyata. Apa itu hanya sebuah ilusi. Ya… mungkin itu adalah sebuah ilusi. Ilusi di tengah bulan Oktober ini. Ilusi percintaan James. Ilusi yang mungkin tak dapat diungkapkan secara kata-kata maupun logika. Itu adalah October’s illution (Ilusi di bulan Oktober).
cerpen pertama, buatnya kapan ya? lupa, malah nemu berkasnya. bahasanya masih aneh dan muter-muter. hahay... kerasa aneh juga baca tulisan dulu. Ternyata banyak salahnya. Ya kedepannya nyoba lagi dengan genre berbeda. Mudah-mudahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar