Senin, 06 Februari 2012

Petani yang membicarakan negerinya



Pada saat saya mengikuti talkshow pada Gema Inspirasi, salah satu acara di ITBfair 2012, sabtu yang lalu (4/2/2012), saya tertarik pada seorang pemateri yang beliau merupakan seorang petani. Namanya adalah TO Suprapto.

TO Suprapto bukan sembarang petani, menurut saya beliau merupakan suhu-nya para petani. Jelas saja, para petani dari sabang sampai merauke, bahkan hingga luar negeri pernah diajari ilmu tani olehnya. Semula beliau berprofesi sebagai guru, namun beliau menemukan passion-nya di bidang pertanian. Beliau mendirikan Joglo Tani di Yogyakarta. Joglo Tani ini merupakan wahana pembelajaran ilmu pertanian dan menjadi revolusi tani itu sendiri.

Pada talkshow tersebut, beliau memaparkan mengenai tekanan yang dialami para petani. Beliau ingin masyarakat bahkan pemerintah lebih memahami para petani. Memang yang kita tahu, petani itu hanya menanam - panen - jual. Bahkan banyak yang men-jugde bahwa petani itu merupakan kelas rendahan, sudra, dll. Padahal sebenarnya para petani telah benar-benar bekerja keras tanpa kita ketahuinya. Dan terkadang kita malah rusuh ketika harga beras bertambah tinggi tanpa memedulikan nasib para petani yang ia sendiri jauh mengalami kerugian.

Untuk itu kita perlu lebih mengetahui kondisi mereka. Nah, tekanan yang dialami petani itu ada 6 menurut Bapak TO Suprapto, yaitu:

  1. Ekonomi
    Ini nih yang jadi masalah. Ekonomi terkadang lebih menyulitkan para petani. Petani harus membeli bibit. Bibit unggul mahal pula. Yang justru perlu diperhatikan yaitu kenapa kita tidak menciptakan bibit unggul sendiri. Beliau menghimbau para mahasiswa indonesia yang hadir di talkshow tsb. terutama IPB untuk membudidayakan dan menghasilkan bibit unggul sendiri. Ketika dijual juga, eh bukannya petani yang memutuskan harga beras namun masyarakat dan pemerintah yang memutuskan. Jadi terasa diombang-ambing dan dampaknya malah mengena pada petani. Tuh kan petani yang kerja keras tapi kurang dihargai dari sisi ekonominya. Tak hanya pemerintah, petani petani pun dituntut untuk mengerti. Harga beras mereka tidak stabil dikarenakan beras hasil panen umumnya dijual perseorangan saja atau dijual oleh pemilik pertanian saja. Pak TO Suprapto menghimbau agar para petani melakukan kerja sama, semacam membuat gudang persediaan beras, lalu dijual secara bersama-sama. Kan nanti harganya bisa lebih disesuaikan.
  2. Alam
    Sepertinya kemajuan teknologi ini berpengaruh dengan alam yang menunjang sektor pertanian. Adanya teknologi ini malah memisah sektor pertanian dan sektor peternakan. Padahal dulu keduanya saling mutualisme. Ketika suatu lahan sudah dipakai pertanian lalu panen, maka sisa lahan tersebut akan digunakan sebagai lahan peternakan. Setelah peternakan kan ada sisa komposnya, tentunya akan membuat subur tanah yang siap digunakan pertanian lagi, dst. Dalam kemajuan teknologi itu kita dituntut untuk bijak, apalagi kepada alam sebagai mother of nature karena kita akan kembali lagi pada alam. Oleh karena itulah perlu kita jaga.
  3. Sosial
    Sosial juga mengkastakan para petani, semula merupakan pekerja yang andal (pada masa swasembada pangan) namun kini malah dibilang rendahan, kampungan, tradisional, dll. Seharusnya orang lain menyadari jika tak ada jasa petani mungkin tak akan ada produksi padi di negeri ini.
  4. Budaya
  5. Global
  6. Kebijakan
    Kita sama-sama tahu kebijakan pemerintah kan. Bukan cuma bagi petani saja, regulasi kebijakan bagi siapa pun kadang sulitnya minta ampun, apalagi kalau urusan tanah. Kebijakan mengenai impor beras beberapa tahun lalu malah menyesakkan petani. Memang impor diberlakukan dalam penyediaan stok yang terbatas, tapi mau sampai kapan negeri penghasil beras ini mengimpor beras? 


"Harapan yang baik hanya bisa tercapai
dengan keyakinan yang sungguh-sungguh"
     
Nah pada sesi selanjutnya, beliau share mengenai pengalamannya di bidang sociopreneurship.MenurutPak TO Suprapto, kunci sukses di bidang preneurship itu...
  • SDM yang memadai
  • Sumber Daya Alam
  • Visi
  • Finance 
  • I6 (dibaca inem) pelayan seksi:
    Impian
    Iman
    Ikhtiar
    Ibadah
    Ikhlas
    Ijabah

Nah beliau berpesan pada generasi muda.
Apabila kita memiliki kekurangan jangan khawatir masih ada Tuhan yang memiliki segalanya.
Kekurangan = kekuatan.
dari adanya kelemahan, kita akan mencari kekuatan di dalam diri. Kita perlu mengetahui, mengenal, dan mencintai potensi negeri agraris.
Jika ingin membangun negara, maka bangunlah dari diri sendiri.
Potensi alam Indonesia sebenarnya luar biasa, namun sayangnya dirusak oleh manusia sendiri.


Terakhir... Beliau memberikan beberapa qoute yang bagus.

"Membangun itu harus dari bawah sedangkan membongkar itu dari atas"

"Waktu adalah uang harga diri"
kebayang kalau waktu itu selalu disamakan dengan uang. Apa yang terjadi? ya yang terjadi ya koruptor bergelimpangan dimana-mana, wong waktu = uang. Beda dengan waktu dimana kita dituntut untuk menghargai diri sendiri, orang lain, hingga negara.

"Diam adalah emas bisu"
Siapa bilang diam itu emas, kalau diam ya pasif, ga berkembang. Gimana negara bisa maju kalau tetap mempertahankan kalimat di atas? Yang benar adalah benar, yang keliru tetap keliru, tapi yang benar adalah melakukan.


ya Share-nya cukup sekian...
*ada beberapa yang saya campurkan dengan opini saya (pengakuan dosa) tapi secara keseluruhan tidak menyimpang dari apa yang Pak TO Suprapto bicarakan.

Sekurang-kurang nya dari saya selaku manusia dan selebihnya milik Allah semata.
Semoga manfaatnya dapat diambil. Yuk ah sudah saatnya membangun negeri ini. Cukup jalani sesuai dengan keprofesiannya masing-masing.





sumber gambar :
indonesiaproud.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar